Mas Darmin.. Bokepindo Aku menelan ludah: “agak naikkan bokong (pantat)mu Nduk, supaya Mbah gampang nyiumnya” perintahku. Mungkin dia dari Wonolayu, desa sebelah sana. Kamu bersedia ya Nduk?” kurasakan tubuh dalam pelukanku itu bergetar. ad..uuh.. Aku duduk berlutut, kemaluanku sudah tegang betul dan kini terarah ke lobang kemaluannya. Akhirnya aku tertarik juga. Suaranya terhenti. nggak juga. jangan.. Supaya ngelmu hitamnya bisa kesedot keluar”. Perkenalkan dahulu, namaku Darminto. Tangannya memegang kepalaku, tanpa sadar mengelus elus rambutku yang gondorong. Karena rumahnya sederetan dengan rumah Suminem, tiap hari dia bisa melihat Pak Kasno memandangnya seperti tidak berkedip. tubuhnya berkelojotan ke kiri ke kanan, tangan kanannya menumpu ke meja sedangkan tangan kirinya memegang kepalaku. Mulutnya mendesis-desis dan menceracau pelan: “Mbah..aduuh Mbah.. aku.. pusing?” tanyaku penuh kebapakan. aku.. mati pula dia nanti.. Akhirnya kecupan dan jilatan lidahku berhenti di kelentitnya. Sebagian besar memang tidak kembali), ada yang minta rejeki (itu mah gampang, tinggal didoain macem-macem) ada pula yang mengeluhkan soal jodoh, pertengkaran
